tampaknya ada yang lain di depan rumah saya malam ini.
tidak biasanya memang pintu loket rampai bira barat tampak ramai atrian mobil. ya, sepertinya memang tidak pernah ramai.
biasanya hanya ada satu dua mobil bergantian melewati pintu itu.
pasti sesuatu sedang terjadi di kota, sehingga semua pengendara mobil mengalihkan perjalanan mereka, alih-alih lewat perintis kemerdekaan, via jalan tol.
sudah hampir tujuh tahun saya merantau di makassar.yahh, mungkin gak bisa juga dibilang 100% merantau, karena kenyataanya sampai sekarang saya tidak pernah sepenuhnya hidup mandiri layaknya orang merantau pada umumnya.
ya anggap saja saya tereliminasi dari kota kelahiran saya, dan kebetulan makassar lah yang rela menerima saya.
saya masih bisa mengingat jelas betapa lengangnya kota ini beberapa tahun lalu, betapa juga putihnya "upil' saya selama tinggal disini. dan ternyata, saya tidak bisa memastikan sejak kapan "upil" itu berubah menjadi hitam legam seperti aspal jalanan.
saya jadi ingat anekdot seorang dosen saya yang kurang lebih seperti ini :"dulu itu, saya mau jungkir balik, merangkak, guling-guling di tengah jalanan patung adipura pun gak akan ada mobil atau motor yang tabrak saya."
okelah. sekarang mari kita lihat keadaan kota makassar saat ini. saya yakin, bukan hanya saya yang begitu mengeluh tiap harinya, saat akan berangkat menuju kampus, kantor, atau apapun dan saat akan pulang ke rumah, betapa susahnya mecari jalur alternatif di kota ini yang bebas dari kemacetan.
saya tidak menafikkan diri, bahwa saya juga turut andil menjadi penyebab kemacetan disini, bersama dengan pendatang-pendatang lain yang berbondong-bondong datang ke kota ini dengan berbagai alasan, entah untuk tujuan menuntut ilmu, untuk mengadu nasib barangkali taraf hidup akan meningkat seiring meningkat pesatnya perekonomian kota ini, atau pun untuk mencari jodoh. tampaknya alasan yang terakhir cukup menarik,kawan.
lihat saja di jalanan, variasi plat nomor sangat mudah ditemui. dari yang AB sampai KT. padahal dulu, beberapa tahun yang lalu, tampaknya si "DD" lah yang merajai jalanan.
saya juga kurang paham tentang masalah ekonomi, apalagi politik dan segala intrik di dalamnya. tapi mari coba kita analisis sedikit saja. makassar ditengarai sebagai salah satu kota yang paling cepat berkembang di Indonesia. sebagai penduduk awam yang tidak mengerti masalah inflasi, fluktuasi, dsb (maaf, hanya istilah ini yang saya tahu), bisakah saya menilai perkembangan kota ini dari banyaknya ruko yang dibangun layaknya jamur yang begitu cepat bertumbuh saat musim penghujan?
atau dari banyaknya mall yang dibangun? (sebenarnya bisa dibilang sama dengan ruko kan?)
atau dari banyaknya permintaan sepeda motor dan mobil?
atau dari pembangunan trans studio?
saya, dan sebagian orang yang kurang lebih berpendapat sama dengan saya, sebenarnya tidak mempermasalahkan bagaimana kota ini berkembang. namun yang sedikit disesalkan adalah,bagaimana ternyata pembangunan dan perkembangan perekonomian ini sangat berdampak terhadap kemacetan jalan poros di makassar yang selalu kita keluhkan beberapa bulan terkhir ini. tampaknya pengatur kota kurang peka terhadap kotanya sendiri. seharusnya peningkatan jumlah pengguna jalan harus diimbangi dengan penambahan jalur alternatif, sehingga pengguna jalan tidak selalu merasa dirugikan waktunya lebih lama di jalanan.
bisakah dibuat jalur alternatif menuju kota selain melewati depan MTOS yang hampir tidak pernah tidak macet pada jam berapapun, kecuali saat pertandingan semifinal piala AFF leg 2 INA VS PHI ?
atau jalur alternatif yang lain jika tiba-tiba kami harus berbalik arah karna ada demo di jalur utama perintis?dan terpaksa harus tidak ikut UAS karena terlambat dan ternyata sang dosen tidak mau ambil pusing.
atau ketika ada demo, kami harus berjalan kaki dari perempatan borong sampai pettarani karena jalanan lumpuh total?
dan yang lebih mengherankan lagi, kenapa kantor gubernur dibiarkan gelap-gelapan lengkap dengan lampu jalannya, yang setiap saya perhatikan saat lewat jalan tersebut, tak pernah nyala sekalipun?
ya, benar.
gampang saja bicara mengenai pembangunan jalur alternatif, lampu jalan, bla bla bla..
saya sebagai warga pendatang, hanya ingin yang terbaik buat kota ini.
berkembang perekonomiannya, namun tetap tenang , damai, tanpa macet seperti dulu.
saya tidak mengkambinghitamkan salah satu pihak sebagai penyebab kemacetan di kota ini.semuanya punya andil.saya kira, ini adalah tantangan besar bagi para pengatur kota, sebagai penengah atas segala kepentingan di dalam kota ini yang harus paling cepat tanggap bagaimana caranya menata kota ini menjadi kota yang nyaman dan tidak saling merugikan bagi semuanya. otak cerdas penghuni kampus merah seharusnya dikerahkan untuk mencari solusi yang terbaik. otak oke, demo pun oke.
waktu jam tangan saya sudah menunjukkan pukul 17.00 WITA
"eh, ko kenapa belum pulang nah?"
"malaska, capek di jalan. macet mi ini. takkala tunggu magrib di kampus deh.."
hahaha..tampaknya tak lama lagi makassar akan menyaingi jakarta
tidak biasanya memang pintu loket rampai bira barat tampak ramai atrian mobil. ya, sepertinya memang tidak pernah ramai.
biasanya hanya ada satu dua mobil bergantian melewati pintu itu.
pasti sesuatu sedang terjadi di kota, sehingga semua pengendara mobil mengalihkan perjalanan mereka, alih-alih lewat perintis kemerdekaan, via jalan tol.
sudah hampir tujuh tahun saya merantau di makassar.yahh, mungkin gak bisa juga dibilang 100% merantau, karena kenyataanya sampai sekarang saya tidak pernah sepenuhnya hidup mandiri layaknya orang merantau pada umumnya.
ya anggap saja saya tereliminasi dari kota kelahiran saya, dan kebetulan makassar lah yang rela menerima saya.
saya masih bisa mengingat jelas betapa lengangnya kota ini beberapa tahun lalu, betapa juga putihnya "upil' saya selama tinggal disini. dan ternyata, saya tidak bisa memastikan sejak kapan "upil" itu berubah menjadi hitam legam seperti aspal jalanan.
saya jadi ingat anekdot seorang dosen saya yang kurang lebih seperti ini :"dulu itu, saya mau jungkir balik, merangkak, guling-guling di tengah jalanan patung adipura pun gak akan ada mobil atau motor yang tabrak saya."
okelah. sekarang mari kita lihat keadaan kota makassar saat ini. saya yakin, bukan hanya saya yang begitu mengeluh tiap harinya, saat akan berangkat menuju kampus, kantor, atau apapun dan saat akan pulang ke rumah, betapa susahnya mecari jalur alternatif di kota ini yang bebas dari kemacetan.
saya tidak menafikkan diri, bahwa saya juga turut andil menjadi penyebab kemacetan disini, bersama dengan pendatang-pendatang lain yang berbondong-bondong datang ke kota ini dengan berbagai alasan, entah untuk tujuan menuntut ilmu, untuk mengadu nasib barangkali taraf hidup akan meningkat seiring meningkat pesatnya perekonomian kota ini, atau pun untuk mencari jodoh. tampaknya alasan yang terakhir cukup menarik,kawan.
lihat saja di jalanan, variasi plat nomor sangat mudah ditemui. dari yang AB sampai KT. padahal dulu, beberapa tahun yang lalu, tampaknya si "DD" lah yang merajai jalanan.
saya juga kurang paham tentang masalah ekonomi, apalagi politik dan segala intrik di dalamnya. tapi mari coba kita analisis sedikit saja. makassar ditengarai sebagai salah satu kota yang paling cepat berkembang di Indonesia. sebagai penduduk awam yang tidak mengerti masalah inflasi, fluktuasi, dsb (maaf, hanya istilah ini yang saya tahu), bisakah saya menilai perkembangan kota ini dari banyaknya ruko yang dibangun layaknya jamur yang begitu cepat bertumbuh saat musim penghujan?
atau dari banyaknya mall yang dibangun? (sebenarnya bisa dibilang sama dengan ruko kan?)
atau dari banyaknya permintaan sepeda motor dan mobil?
atau dari pembangunan trans studio?
saya, dan sebagian orang yang kurang lebih berpendapat sama dengan saya, sebenarnya tidak mempermasalahkan bagaimana kota ini berkembang. namun yang sedikit disesalkan adalah,bagaimana ternyata pembangunan dan perkembangan perekonomian ini sangat berdampak terhadap kemacetan jalan poros di makassar yang selalu kita keluhkan beberapa bulan terkhir ini. tampaknya pengatur kota kurang peka terhadap kotanya sendiri. seharusnya peningkatan jumlah pengguna jalan harus diimbangi dengan penambahan jalur alternatif, sehingga pengguna jalan tidak selalu merasa dirugikan waktunya lebih lama di jalanan.
bisakah dibuat jalur alternatif menuju kota selain melewati depan MTOS yang hampir tidak pernah tidak macet pada jam berapapun, kecuali saat pertandingan semifinal piala AFF leg 2 INA VS PHI ?
atau jalur alternatif yang lain jika tiba-tiba kami harus berbalik arah karna ada demo di jalur utama perintis?dan terpaksa harus tidak ikut UAS karena terlambat dan ternyata sang dosen tidak mau ambil pusing.
atau ketika ada demo, kami harus berjalan kaki dari perempatan borong sampai pettarani karena jalanan lumpuh total?
dan yang lebih mengherankan lagi, kenapa kantor gubernur dibiarkan gelap-gelapan lengkap dengan lampu jalannya, yang setiap saya perhatikan saat lewat jalan tersebut, tak pernah nyala sekalipun?
ya, benar.
gampang saja bicara mengenai pembangunan jalur alternatif, lampu jalan, bla bla bla..
saya sebagai warga pendatang, hanya ingin yang terbaik buat kota ini.
berkembang perekonomiannya, namun tetap tenang , damai, tanpa macet seperti dulu.
saya tidak mengkambinghitamkan salah satu pihak sebagai penyebab kemacetan di kota ini.semuanya punya andil.saya kira, ini adalah tantangan besar bagi para pengatur kota, sebagai penengah atas segala kepentingan di dalam kota ini yang harus paling cepat tanggap bagaimana caranya menata kota ini menjadi kota yang nyaman dan tidak saling merugikan bagi semuanya. otak cerdas penghuni kampus merah seharusnya dikerahkan untuk mencari solusi yang terbaik. otak oke, demo pun oke.
waktu jam tangan saya sudah menunjukkan pukul 17.00 WITA
"eh, ko kenapa belum pulang nah?"
"malaska, capek di jalan. macet mi ini. takkala tunggu magrib di kampus deh.."
hahaha..tampaknya tak lama lagi makassar akan menyaingi jakarta